Saat jalur bus jurusan Kediri - Surabaya masih lewat tengah kota sering orang Kediri berkata : "Nyegat bis nang Marhen ae, ben cepet" (Nunggu bis di Marhaen saja, biar cepat - Ind). Bagi warga Kota Kediri tahun 60-an sampai tahun 70-an tentu tidak asing lagi dengan nama kawasan yang disebut "Marhaen", tapi kalau ditanyakan kepada generasi saat ini tentu mereka bingung dimana kawasan "Marhaen" itu. Tahukah Anda dimana kawasan yang disebut "Marhaen"? Banyak nama-nama kawasan di Kota Kediri yang mulai pudar dari memori masyarakat Kota Kediri bahkan sekarang terjadi perubahan penyebutan kawasan akibat terjadinya perubahan fungsi kawasan tersebut. Untuk sekedar mengingatkan kembali kawasan-kawasan yang pernah "moncer" di Kota Kediri, penulis mencoba untuk mengingat-ingat kembali memori yang sayang untuk dilupakan.
Marhaen
Kawasan ini ada di Jl. Mayjend. Sungkono ujung selatan, sebelah barat jalan. Tepatnya kawasan di pinggir Sungai Brantas, depan GNI agak ke selatan. Dulu di tempat ini ada warung yang cukup terkenal bernama "Warung Marhaen". Karena dulu bus jurusan Kediri - Surabaya rutenya melewati Jl. Panglima Sudirman - Jl. YOS Sudarso - Jl. Mayjend Sungkono - terus ke utara maka orang lebih senang menunggu bus di kawasan "Marhaen" ini, karena bus tidak "ngetem" lagi dan langsung melaju ke Surabaya. Selain itu, menunggu bus di "Marhaen" bisa melihat pemandangan Sungai Brantas dan Gunung Klotok secara langsung sambil menikmati kopi di Warung Marhaen. Sayang, sekarang warungnya sudah tidak ada lagi.
Prapatan Reco Pentung
Kawasan ini ada di ujung timur Jl. Patimura. Dulu di kawasan ini ada sebuah patung prajurit Cina yang membawa tongkat sehingga orang Kediri menyebutnya sebagai "Reco Pentung". Patung ini dulunya milik seorang Tionghoa kaya yang di depan rumahnya ada kolam dan ditengah kolam tersebut ada patung ini. Patung ini sekarang masih ada walau sudah tidak di tengah kolam lagi karena kolamnya sudah berubah jadi toko. Patungnya digeser ke belakang toko, di depan rumah induk yang nampak sekali kekunoannya. Rumah di Jl. Patimura No. 145 ini terakhir kali - yang saya ingat - ditinggali oleh keluarga Bapak Moersijan.
Prapatan Ringinsirah
Kawasan ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Prapatan Sri Ratu" karena letaknya persis di timur Pasar Raya Sri Ratu. Tidak jelas mengapa kawasan ini dulu dijuluki "Prapatan Ringinsirah" namun saya pernah memperoleh cerita dari Ibu saya bahwa penyebutan tersebut masih bertalian legenda Maling Gentiri maling budiman yang sakti. Setiap kali ketangkap Kumpeni dan dibunuh selalu hidup lagi. Akhirnya nasib Maling Gentiri sangat tragis karena tubuhnya dimutilasi menjadi tiga bagian dan dikubur secara terpisah untuk menghindari dia hidup lagi. Maka kepalanya dikubur di kawasan Lapangan Joyoboyo dibawah pohon beringin sehingga kawasan ini disebut Ringinsirah.
Prapatan Jam-Jam
Kawasan ini berada di ujung utara Jl. Dhoho yang sekarang lebih sering disebut sebagai "Perempatan BI". Dulu di tengah perempatan ini ada jam besar yang menjadi ciri khas perempatan ini, sehingga orang Kediri menyebut kawasan ini sebagai "Prapatan Jam-Jam".
Prapatan Sumur Bor
Kawasan ini ada di ujung selatan Jl. Dhoho. Di era tahun 60-an di pojok timur perempatan ini, tepatnya sekarang ada di utara pos polisi lalu lintas, ada sebuah sumur artesis yang waktu itu digunakan oleh masyarakat disekelilingnya untuk memenuhi kebutuhan akan air maupun masyarakat yang lalu lalang di Jl. Dhoho. Apalagi dulu di timur kawasan ini ada pasar induk Kediri yang disebut Pasar Panjonan (sekarang Jl. Gunung Sari), keberadaan sumur umum ini sangat membantu. Sumur artesis ini sampai sekarang masih berfungsi dengan baik.
Kandang Macan
Tidak pernah ada kebun binatang di Kota Kediri apalagi sampai memelihara macan, namun ada kawasan yang bernama Kandang Macan di Kota Kediri. Tidak jelas mengapa kawasan ini disebut Kandang Macan, tetapi dulu kawasan ini termasuk kawasan "slum" di Kota Kediri. Kawasan ini tepatnya ada di Jl. Ratulangi di selatan Kantor Pegadaian Kediri. Dulu kawasan ini adalah sebuah lokalisasi PSK liar. Apa karena itu disebut Kandang Macan?
Lemah Geneng
Kawasan ini sebenarnya ada di perbatasan antara Banjaran dan Burengan di Jl. HOS Cokroaminoto, barat toko Sahabat. Disitu ada sebuah punden yang letaknya ada disebuah tanah yang konturnya menjulang tinggi di banding tanah-tanah sekitarnya. Kata "geneng" dalam bahasa Jawa artinya adalah tinggi atau lebih tinggi. Namun kawasan Lemah Geneng lebih menunjuk ke sebuah gang di depan punden ini, yaitu kawasan Pakunden Gg II. Kawasan ini pernah "moncer" tahun 60-an sampai 70-an karena disini adalah lokalisasi PSK sebelum dipindah ke Semampir.
Sumber Ece
Sebelum jalan Tembus Kaliombo ada, daerah tersebut dulunya adalah rawa-rawa. Sehingga apabila masyarakat hendak ke Dusun Tirtoudan maka satu-satunya akses adalah melewati jalan kecil yang menyerong di timur-selatan perempatan "Baruna" saat ini. Jalan kecil itu melintasi sebuah jembatan, sekarang belakang agen bus Harapan Jaya, di seputar jembatan itulah ada sebuah mata air kecil yang disebut "Sumber Ece". Sumber berarti mata air, sedangkan ece adalah sebutan satuan mata uang rupiah jaman awal-awal kemerdekaan. Mungkin "Sumber Ece" dimaknai sebagai sumber rejeki.
Pasar Gula
Kota Kediri dulu pernah memiliki sebuah pasar yang khusus menjual gula, baik gula pasir, gula batu, maupun gula kelapa. Pasar Gula, demikian dulu masyarakat Kota Kediri menyebut pasar gula dan kawasan di sekelilingnya. Letaknya ada di selatan perempatan Alun-alun kira-kira 50 meter (Jl. Urip Sumoharjo). Pasar tersebut pernah direncanakan pindah ke lapangan Setonobetek (sekarang Pasar Setonobetek) tapi tidak terlaksana. Sekarang Pasar Gula tersebut sudah tidak ada, tapi sebagian masyarakat Kota Kediri masih menyebut kawasan di selatan Alun-alun sebagai Pasar Gula.
Tahukah anda prapatan "LAW JIAN BAO". Tempat yang sekarang ini sudah mulai luntur di hard disc manusia Kediri. Padahal di prapatan inilah tonggak sejarah masuknya investasi asing ke Kediri. Saat itu tentara TAR TAR dipimpin Laksamana Law Jian Bao dibujui raden wijaya untuk ngaploki laskar Kadiri. Raden wijaya macak serius dengan jari telunjuk diletakkan di alis mata bersuara pelan tapi pasti seolah tidak berdosa " wahai law,menusia yang ngiris kuping utusan kaisarmu digae rujak kuping, adalah para laskar nglejing dari Kediri. Cepet golekono mrono, ancer ancere cedek prapatan Segitiga bermuda". Laksamana Law tanpa pikir panjang langsung brangkat menyang Kediri, numpak getek yang terbuat dari pring pethung tur pethuk. Setiba di tempat yang dituju, terjadi pertempuran antara laskar Kadiri melawan tentara Tar Tar yang dipimpin laksamana Law. Saat tentaranya lagi nggethu perang, laksamana Law gak melu perang tapi kesengsem melihat putri putri cantik, lagi asyik mandi di kali rambutnya basah. Karena merangsang, Laksamana Law mendekat dan berusaha mendapatkan salah seorang putri yang paling cantik. Melihat Law yang kelihatan nggereng bringasan, sang putri cantik takut lari tunggang langgang sambil benakno centhing yang masih nglewer. Law yang nggereng mengejar buruannya yang melarikan diri, hingga tertangkap di perempatan. Karena banyak menusia yang melihat kejadian itu, Law malu untuk memakan mangsanya di tempat terbuka meskipun jagungnya sudah bertongkol dua. Akhirnya sang putri cantik diseret, dibawa ke singgahsana PRIMA TOP. tempat tertangkapnya putri Cantik oleh laksamana Law itulah dulu populer disebut PRAPATAN LAW JIAN BAO. Sekarang Prapatan Semampir, 100 meter timur Komplek latihan tempur Semampir. from Je^nggo ( Jamaah cucu mbah Ronggo )
BalasHapus